Jumat, 06 Juni 2008
Reformasi Mesti Dilanjutkan dari Kampus Ini
Oleh Abdullah Khusairi-Jakarta
Wawancara Imajiner dengan Pahlawan Reformasi
Jakarta mulai malam. Senja itu, Sabtu (17/5/08), Bundaran HI makin remang. Lampu jalanan mulai menyala. Kami duduk di sebuah halte, memandang sepasang patung, air mancur dan orang-orang yang lewat. Bundaran ini, sering menjadi tempat orasi mahasiswa yang menggalang massa menyuarakan aspirasi.
Reformasi di negeri ini belum usai. Titik gerak 21 Mei 1998 sudah sepuluh tahun berlalu, tapi agenda reformasi belum banyak yang berhasil. Laksana layang-layang, agenda reformasi masih melayang-layang mengikuti permainan angin politik yang membawanya. Siapa yang bertanggung jawab atas agenda reformasi yang telah bergulir ini? Pertanyaan ini bergulir di kepala sendiri. Saya terkejut, ada yang menjawab setiap pertanyaan yang lahir itu. Ia membisikkannya dengan jelas di telinga saya.
Kini, ada banyak orang yang mengaku pejuang reformasi, sayangnya jauh dari kesan semangat reformis. Ia muncul dengan sendirinya, menyatakan dirinya seorang pejuang reformasi. Bagi masyarakat kampus, ini perlu diragukan agar reformasi tidak salah arah.
Siapa Anda yang mengganggu saya sedang bertanya pada diri sendiri?
Apa perlumu terhadap aku? Agenda reformasi itu bergantung tidak bertali di atas cita-cita bangsa. Sedangkan negara---siapapun yang sedang berkuasa---terus memperlihatkan arogansi menekan rakyat atas nama kesejateraan rakyat. Keberpihakan terhadap semangat reformasi dan agenda reformasi makin kabur saja. Satu-satunya jalan untuk mengamankan anggaran hanya dengan menaikkan harga BBM. Rakyat jugalah yang makin sengsara dengan mahalnya harga barang. Mahasiswa diam. Penguasa mengutamakan seremoni dari pada substansi. Satu Abad Kebangkitan Nasional jadi upacara besar, mengundang artis dengan APBN, sedangkan rakyat dibiarkan sengsara. Bangkitlah! Katakan pada mahasiswa di kampus-kampus.
Saya segera tamat. Saya akan diwisuda?
Hari ini, mahasiswa bergerak pada kancah dan rotasi yang tidak pada jalur lanjutan reformasi itu. Justru peta perpecahan dan kepicikan yang terlihat. Memang mereka tak bersentuhan dengan mahasiswa reformasi, tetapi tolong katakan kepada mereka, perjuangan dari pergerakan mahasiswa dilanjutkan. Jangan diam saja. Kalau hanya menunggu kesempatan, akan kalah dengan orang yang mencari kesempatan. Menunggu, tidak akan membuat perubahan. Mahasiswa yang baik adalah membaca buku dan membaca keadaan sekelilingnya. Bukan membuat kelompok-kelompok yang berpikir mazhab kecil-kecil. Berpikir besarlah!
Apa pendapatmu tentang agenda reformasi yang sedang berjalan?
Agenda reformasi, otonomi daerah, kebebasan pers, penegakan hukum, domokratisasi, perbaikan ekonomi, masih terus bergulir. Ada yang jalan di tempat dan ada pula yang melaju kencang. Semua itu membutuhkan pengawalan ketat. Pertanyaannya, dimana posisi mahasiswa saat ini? Akankah masih diam menjadi penonton dalam kebingungan sejarah sendiri? Selain pro aktif mahasiswa dan elemen di dalamnya, juga perlu selalu ada penyadaran terhadap fungsi mahasiswa dalam setiap sejarah berbagai negara. Inilah yang bisa mendorong bisa tumbuh dan berkembangnya jiwa kritis dan berpikir maju. Tidak mandeg dan diam melihat persoalan di sekitar diri sendiri. Ingat! kekuasaan itu penting, tetapi cenderung disalahgunakan, jika masih ada tanggung jawab melanjutkan gerakan reformasi, mahasiswa mesti bangkit.
Kenapa anda tidak langsung terjun kembali ke tengah-tengah masiswa itu?
Tak satupun lagi yang aku kenal di kampus. Mereka, mahasiswa hari ini, adalah generasi baru. Banyak dari mereka sibuk pada dirinya sendiri, terpengaruh oleh budaya hedonis dan apatisme.
Tapi ada sebagian yang tumbuh dan besar mengikuti jalur perjuangan reformasi. Mereka kritis dan terus berjuang?
Ah! Sebagian kecil saja itu. Banyak yang sudah terkontaminasi dengan politik praktis. masuk partai belum waktunya. Berpikir sempit dan mau menang sendiri. Sayang sekali. Tolonglah teman. Kita agaknya pernah berdekatan, tapi tak bersentuhan. Bangkitkanlah mahasiswa di hari kebangkitan nasional yang telah satu abad ini. Beri mereka bekal pikiran yang jernih dan berani. Merubah kampusnya dari birokrasi yang kuno menjadi berteknologi tinggi. Merubah daerah mereka menjadi daerah yang maju dan bersih dari KKN. Merubah negeri ini menjadi makmur dan berpihak pada kerakyatan.
Tolong katakan siapa Anda? Itu saja. Saya mulai panik dan takut. Suaranya ada di telinga, tapi wujudnya tak ada.
Saya. Saya. Salah seorang dari mereka yang ditakdirkan pergi dari sini karena ketamakan kekuasaan dan kebodohan. Maafkan saya mengganggu perjalanan anda. Anda akan tahu siapa saya nanti, selamat malam.
Deru bis kota menghapus suaranya. Malam memang bergulir cepat. Seorang teman menepuk bahu. Perjalanan mesti dilanjutkan. Aku masih linglung. Adakah dia salah seorang dari mereka yang pernah diterjang peluru waktu itu... []
Soekarno Hatta, Cengkareng, 18 Mei 2008, Pukul 11.45 WIB
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar